RADARMETROPOLIS: Surabaya – Pengadilan Negeri 9PN) Surabaya
menggelar sidang mediasi gugatan harta gono-gini Rp 10 miliar antara Roestiawati
Wiryo Pranoto dan mantan suami Wahyu Djajadi Kuari, Rabu (18/08/2021). Sidang
ini dipimpin hakim Suswanti, SH, MH. Penggugat minta harga bersama dibagi dua
sama rata.
Melalui kuasa hukumnya Dr. B. Hartono, SH, SE, SE.Ak, MH,
CA, penggugat menyampaikan bahwa pihaknya tetap meminta agar harta gono-gini
dari hasil selama penggugat dan tergugat menjalin ikatan perkawinan agar dibagi
dua.
Hal-hal seperti stok barang, kendaraan, piutang dan lainnya
diabaikan.
“Dari mediasi tadi kita sudah sampaikan bahwa kita
menginginkan dua properti dan uang senilai Rp 10 M dengan mengabaikan hal-hal seperti stok barang, kendaraan, piutang dan lainnya,”
ujar Hartono.
Apabila permintaan penggugat ini tidak disetujui oleh
tergugat maka pihaknya minta agar dilakukan audit harta kekayaan penggugat dan
tergugat selama mereka menjalin perkawinan.
“Kalo dia tidak mau damai maka kita akan perkarakan
merek LUCKY dikarenakan merk tersebut ada atau lahir dari hasil semasa
perkawinan. Selain itu, apabila tetap tidak disetujui, maka saya tadi
menyampaikan akan menempuh jalur pidana yakni melaporkan kasus pemukulan
terhadap teman klien saya yang bernama Soewanto,” ujar Hartono.
Hartono menegaskan, apa yang diminta kliennya adalah mutlak
yang harus diberikan tergugat selama mereka menjalin ikatan perkawinan. Permintaan
yang tidak berlebihan.
“Hanya berupa hak yang mestinya diberikan sebagai seorang
isteri selama mereka Bersama, yakni dua toko dan uang Rp 10 miliar,” ujarnya.
Berdasarkan gugatan yang tercatat sebagai perkara nomor
650/pdt G/2021/PN Sby tertuang sejumlah harta yang disoal. Diantaranya adalah
lima kendaraan roda empat, empat bidang tanah, dua unit rumah mewah, hak sewa
atas beberapa counter di sebuah mall serta sejumlah uang yang ada di bank
dengan total sekitar Rp 8 miliar.
“Dengan aset serta uang sebanyak itu tapi klien saya cuma
dikasih Rp 3 miliar. Ini kan jelas tidak adil. Kita tuntut dibagi samalah,
karena ini harta bersama jadi masing-masing memiliki hak yang sama,” ujar
Hartono.
Sebelumnya Rose menceritakan bahwa pernikahannya bersama
sang suami yang sudah berlangsung selama 16 tahun itu akhirnya kandas
sebagaimana tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
319/Pdt.G/2016 PN.Sby tanggal 19 September 2016 lalu. Tak ada yang disoal
dengan putusan cerai ini. Namun Rose merasa sang suami tak adil karena sang
suami tak memberikan hak-haknya sebagai seorang isteri terkait pembagian harta
gono-gini.
“Jadi selama kami menjalin rumah tangga, kami memulai dari
nol. Karena diantara kami tidak ada yang mempunyai harta peninggalan dari orang
tua,” ujar Rose.
Bisnis jual beli aksesoris handphone yang mereka kelola berkembang
hingga memiliki karyawan sejumlah 60 orang dan memiliki kurang lebih 21
kios/toko aksesoris Handphone.
“Sebelum kami bercerai memang ada surat perjanjian
perdamaian. Tapi bukan membahas harta gono-gini secara keseluruhan yang
diperoleh selama perkawinan. Karena ada unsur tekanan sehingga saya menerima
yang dikehendaki oleh Wahyu,” ujar Rose.
Menurut Hartono dalam akta perjanjian yang dibuat tergugat
dan penggugat jelas tidak adil. Sebab pembagiannya tidak seimbang, yang mana
harta gono gini yang ditafsir sekitar Rp 40 miliar namun yang diberikan ke
penggugat hanya Rp 3 miliar.
Karena adanya faktor tekanan Hartono mendampingi Rose
melakukan upaya hukum dengan menggugat sang suami.
“Bahwa, adapun bagian penggugat dalam “Perjanjian” tersebut
sangat tidak proposional, berbanding terbalik dengan yang didapatkan oleh
tergugat yang mendapatkan hampir seluruh “Harta Bersama” antara penggugat
dengan tergugat,” ujar Hartono saat dijumpai usai sidang gugatan.
Sementara itu kuasa hukum tergugat yakni Dr Yory Yusran saat
dimintai tanggapan terkait mediasi ini menyatakan bahwa dirinya selaku kuasa
hukum tergugat Wahyu menyerahkan semua pada kliennya.
“Mediasi tadi sudah sempat sidang, terus oleh mediator
diminta supaya para pihak saling komunikasi. Dan saya sudah menjalin komunikasi
juga sekaligus dengan prinsipal. Kalau ada yang mau ditawarkan ya silakan,
kalau damai kan lebih bagus. Cuma kalau tidak bisa damai ya sudah kita
kembalikan lagi pada para pihak,” ujarnya.
Terkait permintaan penggugat yang meminta agar aset dibagi
dua dan juga agar diberikan uang Rp 10 miliar, Yory menyatakan dirinya
menyerahkan ke klien. “Kalau klien setuju berarti ya damai kalau tidak ya
berarti gugatan jalan terus,” imbuhnya.
Terkait langkah pidana yang akan ditempuh penggugat atas
pemukulan terhadap korban Soewanto, Yory enggan berkomentar karena ia ditunjuk
kliennya untuk menangani perkara harta gono-gini bukan untuk yang lain. (rcr)
0 comments:
Posting Komentar