RADARMETROPOLIS: Surabaya – Beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh sektor pertanian Jatim pada saat ini diantaranya adalah degradasi
lahan, konversi lahan pertanian, penurunan produktivitas, perubahan iklim,
penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia sintetis serta adanya serangan
hama dan penyakit tanaman. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan Manajemen
Tanaman Sehat atau MTS. Demikian diungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan Jatim, Hadi Sulistyo.
Berbagai pihak menilai Jawa Timur sukses mengembangkan
Manajemen Tanaman Sehat atau MTS. MTS adalah semua cara teknik budidaya tanaman
yang kompatibel sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas
tanaman.
Sebagaimana diketahui, keberhasilan budidaya tanaman pangan
maupun hortikultura tidak terlepas dari adanya serangan Organisme Pengganggu
Tanaman atau OPT.
Kehadiran OPT mengakibatkan menurunnya hasil panen petani. Oleh
karena itu perlu adanya penanganan terhadap OPT yang menyerang tanaman petani.
Mengatasi serangan OPT tersebut perlu dilakukan upaya dalam pengelolaan sesuai
prinsip Pengendalian Hama Terpadu atau PHT, salah satunya adalah dengan
Manajemen Tanaman Sehat atau MTS.
“Kegiatan MTS ini merupakan upaya sosialisasi kepada petani
agar mau menerapkan budidaya tanaman sehat berdasarkan prinsip Pengendalian
Hama Terpadu (PHT), mulai dari pengelolaan agroekosistem di suatu hamparan
dengan terintegrasi, berkelanjutan hingga aspek ekologi, ekonomi, dan sosial
budaya,” kata Hadi Sulistyo, Kamis (28/01/2021).
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim itu pun
menjelaskan bahwa MTS dapat meningkatkan produktivitas tanaman pangan maupun
hortikultura sekaligus menekan biaya produksi sampai 30 persen.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa penerapan MTS tersebut tidak
bisa dilakukan secara parsial.
“Oleh karena itu desa menjadi pusat kegiatan yang disebut
dengan PKPM,” ungkap Hadi.
PKPM yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan tersebut adalah kependekan dari Posko Kedaulatan Pangan
Mandiri.
“Dengan MTS, petani mampu mengamati serangan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) lebih dini, dan tahu cara pengendaliannya. Sehingga
tidak perlu menggunakan pestisida kimia. Selain itu diharapkan mampu membuat
sendiri pupuk organik, pestisida nabati, hingga Agens Pengendali Hayati (APH),”
kata Hadi.
Untuk memantau pelaksanaan program tersebut pihaknya
melakukan Temu Lapang Hasil Penerapan MTS di tiga desa di Madiun, yaitu Desa
Klorogan, Desa Slambur, dan Desa Sumberejo pada 19 November 2020 dengan luas
hamparan masing-masing 50 ha.
Sementara itu di Desa Besur, Kecamatan Sekaran, Kabupaten
Lamongan penerapan MTS mencakup tiga hal, yaitu pengendalian OPT dengan
rekayasa agroekosistem, penguatan sumber daya manusia atau kelompok tani, dan
desa sebagai pusat aplikasi kelompok tani yang ada.
Kelompok tani di desa tersebut saat ini sudah memiliki
laboratorium sendiri, sehingga dapat membuat agens pengendali hayati sendiri.
Petani di Desa Besur dulunya harus mengeluarkan uang Rp 1
juta sampai dengan Rp 1,5 juta untuk membeli pupuk setiap musim/ha lahan
budidaya. Petani bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk dengan memanfaatkan
agens pengendali hayati yang dapat diproduksi oleh para petani sendiri, dan
harganya lebih ekonomis dengan mengganti biaya kemasan sebesar Rp 5.000/botol.
Para Petani di Desa Besur setelah mengaplikasikan MTS mereka
dapat panen 3 kali setahun dengan produktivitas padi 8 ton/ha. Agar pelaksanaan
MTS berjalan dengan sangat baik, maka seluruh komponen di tingkat desapun harus
dilibatkan, seperti pemerintah desa harus berperan aktif membangun kesadaran
petani untuk melakulan MTS pada lahan persawahan milik para petani sendiri.
Keikutsertaan pihak pemerintah desa dalam proses MTS
tersebut mulai dari pengolahan lahan, tanam, pengendalian organisme penganggu
tanaman dengan agen pengendali hayati, aplikasi alsintan, sampai dengan waktu
panen. Agar pelaksanaan Manajemen Tanaman Sehat dapat dilaksanakan dengan benar
oleh para petani di sana.
MTS juga telah dikembangkan di Kecamatan Beji, Kabupaten
Pasuruan, Jatim di lahan seluas 150 ha.
Hadi berharap program MTS bisa diterapkan juga di daerah
lain agar petani bisa menjaga produksi tanaman pangan dan hortikultura pada
taraf tinggi, stabil, dan berkelanjutan. (ADV)