RADARMETROPOLIS: Malang – Penyidik Polres Malang tidak
menahan ZA (17) pelajar pelaku penusukan begal hingga tewas. Hal ini dilakukan
oleh pihak kepolisian dengan pertimbangan demi masa depan warga Desa Putat Lor,
Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang itu. Dalam kasus ini, ZA sebenarnya
juga berposisi sebagai korban. Ia membunuh untuk membela diri atas kejahatan
yang dilakukan oleh begal tersebut.
Atas dasar dua
pertimbangan tersebut, Kapolres Malang AKBP, Yade Setiawan Ujung, memutuskan
untuk tidak menahan ZA.
Namun demikian ZA tetap harus menjalani wajib lapor. Tetapi
jadwal wajib lapornya, akan diatur di luar jam sekolahnya. “Wajib lapor, iya! Hanya
jadwalnya kita atur agar tidak menganggu sekolahnya,” kata Ujung, Rabu
(11/9/2019)..
Kapolres mengawasi langsung pemeriksaan terhadap ZA, Rabu
(11/9/2019).
Menurut Ujung, Polisi sangat memahami motif penikaman yang
dilakukan oleh tersangka ZA yang mrnyebabkan matinya orang, yaitu dalam rangka
membela diri dan kehormatan pacarnya. Namun perlu diingat dan diketahui bahwa
sesuai undang-undang, yang berwenang untuk memutuskan perbuatannya masuk
kategori “pembelaan diri” atau noodwer sebagaimana dalam pasal 49 KUHP adalah
hakim, bukan penyidik.
“Pembelaan diri ini ada syarat-syaratnya. Antara lain ada
serangan lebih dulu dari korban. Proporsional antara serangan dan pembelaan
diri. Serta non subtitusi, artinya tidak ada pilihan lain saat peristiwa
terjadi, misalnya dibunuh atau membunuh. Dan itu nanti hakim yang akan
mempertimbangkan,” kata Ujung.
Dijelaskan lebih lanjut, bahwa polisi sesuai kewenangannya
hanya dapat melakukan proses penyidikan dan memberkas perbuatan materiil dalam
perkara ini dan alat-alat buktinya. Tentu saja hal itu dilakukan dengan
memasukkan fakta-fakta sesuai cerita tersangka dan saksi-saksi di tempat
kejadian perkara.
“Berdasarkan isi berkas perkara yang disajikan penyidik,
baru nanti hakim di pengadilan yang akan memutus apakah perbuatan tersangka
masuk kategori pasal 49 KUHP yang merupakan alasan pembenar sehingga bisa saja
tersangka dibebaskan oleh Hakim,” ujar Ujung.
Namun Ujung kembali menggarisbawahi kalau hal itu adalah
ranah kewenangan hakim. Polisi atau penyidik tidak berwenang memutus peristiwa
itu dalam tahap penyidikan.
“Artinya, penyidik tidak punya kewenangan hukum menerapkan
pasal-pasal alasan pemaaf maupun pembenar, harus tetap dengan putusan Hakim,” terang
Ujung.
Menurut Ujung, penyidik Polres Malang dapat menerapkan
diskresi tidak melakukan penahanan berdasarkan pertimbangan kronologis cerita
dan alasan subjektif lainnya. Tersangka ZA tidak ditahan, dengan pertimbangan
ZA masih berstatus pelajar yang tetap harus melanjutkan studinya. Iahanya
dikenakan wajib lapor di luar jam sekolah.
“Untuk dua orang teman dari begal yang meninggal sudah
ditangkap dan kita tahan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan begalnya,” tandas
Ujung.
Ujung berharap penanganan perkara tersebut tidak menjadi
polemik karena pada prinsipnya penyidik adalah praktisi hukum yang hanya bisa
melakukan semua tindakan sesuai hukum. Dalam hal ini KUHP dan KUHAP.
“Namun kembali lagi, bahwa berdasarkan pertimbangan
subjektif dan sosiologis, penyidik tidak menahan ZA selaku penikaman begal yang
masih berstatus pelajar,” tegas Ujung. (de)
0 comments:
Posting Komentar