RADARMETROPOLIS: Surabaya – Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jawa
Timur dilaporkan ke Mahkamah Agung oleh tim advokasi Waduk Sepat Lidah Kulon
Surabaya. Tim yang terdiri dari Walhi Jatim, LBH Surabaya, dan KontraS itu
menilai surat penahanan yang dikeluarkan PT pada dua warga Waduk Sepat dianggap
tendensius dan melanggar hak azasi.
“Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur memberlakukan surut
Penetapan Penahanan yang dikeluarkannya tanggal 24 Mei 2019, namun menetapkan
masa penahanan terhitung sejak 23 Mei 2019. Hal tersebut adalah tendensius dan
melanggar hak kebebasan para terdakwa yang hak asasinya dijamin secara
konstitusional,” ujar Subagyo, Minggu 2/6/2019).
Dua warga Waduk Sepat Lidah Kulon Surabaya, Darno dan Dian
Purnomo, dilaporkan PT Ciputra Development Tbk telah melakukan pengerusakan
asetnya yang terletak di Waduk Sepat, pada 6 Juni 2018. Oleh pengadilan Negeri
Surabaya, Darno dan Dian Purnomo kemudian dinyatakan bersalah dan dijatuhi
hukuman dua bulan lima belas hari, pada persidangan Kamis (23/5/2019).
Dengan alasan bahwa lamanya pidana penjara yang dijatuhkan
oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah sama dengan masa penahanan yang
dijalani oleh para terdakwa, kedua terdakwa tersebut demi hukum dikeluarkan dari
Rutan Klas I Surabaya Medaeng, Sidoarjo, pada 27 Mei 2019.
Atas putusan yang dibuat oleh peradilan tingkat pertama, Jaksa
Penuntut Umum (JPU) mengajukan upaya hukum banding pada 23 Mei 2019. Sedangkan dari
pihak para terdakwa, baru mengajukan banding pada 29 Mei 2019, melalui
penasihat hukumnya.
Penasihat Hukum yang mengajukan banding untuk para terdakwa
tersebut mengklaim tidak diberi Akta Banding, dengan alasan pejabat Panitera
sudah pulang dan dijanjikan setelah libur Hari Raya Idul Fitri.
Para penasihat hukum terdakwa menyimpulkan bahwa berkas
perkara tersebut belum dikirimkan atau dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi
terhitung sejak 23 Mei 2019 sampai dengan sekarang, sebab hingga saat ini
mereka belum menerima akta banding yang diajukan.
“Kami berpendapat bahwa Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur,
yakni saudara Haji Abdul Kadir, SH, MH telah melakukan perbuatan penyalahgunaan
kewenangan dan tidak profesional atau setidak-tidaknya tidak cakap dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya,” kata Subagyo.
Menurut Subagyo, berdasarkan pasal 238 ayat (3) KUHAP dalam
waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri,
pengadilan tinggi wajib mempelajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu
tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun atas
permintaan terdakwa.
“Artinya, untuk mengeluarkan Penetapan Penahanan maka Ketua
Pengadilan Tinggi Jawa Timur harus patuh kepada Pasal 238 ayat (3) KUHAP. Baru
kemudian mengeluarkan penetapan penahanan setelah berkas perkara itu diterima,”
terang Subagyo.
Mekanismenya harus demikian, meskipun dalam perkara tersebut
Jaksa Penuntut Umum banding pada 23 Mei 2019. Yang mana kewenangan penahanan memang
beralih kepada Pengadilan Tinggi Jawa Timur sejak 23 Mei 2019.
“Bagaimana mungkin Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur sudah
menerima pelimpahan berkas perkara dari Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 24
Mei 2019? Padahal pada saat ini masih dalam jangka waktu pikir-pikir atau masih
dalam tenggang waktu banding, terhitung tanggal 23 Mei sampai dengan 30 Mei
2019. Pada kenyataannya para terdakwa baru mengajukan banding tanggal 29 Mei
2019,” tandas Subagyo.
Oleh karena itu Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur dinilai telah
melampaui kewenangannya dengan melanggar prinsip pedoman Mahkamah Agung RI yang
tertuang dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/IV/2007
tentang Memberlakukan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan, pada Bagian Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Administrasi dan
Teknis Peradilan di Lingkungan Pengadilan Umum Perkara Pidana.
“Pada angka 16.4 ditentukan, apabila masa penahanan telah
sama dengan pidana penjara yang diputuskan oleh pengadilan, maka terdakwa
dikeluarkan dari tahanan demi hukum. (Buku II tersebut halaman 251)” kata
Subagyo.
Subagyo pun menilai bahwa dalam perkara tersebut Ketua
Pengadilan Tinggi Jawa Timur telah berlaku sebagai dewa yang seolah mengetahui
masa depan. Seolah mereka mengetahui bahwa para terdakwa akan dijatuhi hukuman
lebih dari dua bulan lima belas hari, dimana para terdakwa telah menjalani
lamanya penahanan lebih dari lamanya hukuman penjara yang telah dijatuhkan oleh
Pengadilan Negeri Surabaya tersebut.
Petugas dari Kejaksaan Negeri Surabaya dan beberapa anggota
kepolisian, , pada Jumat (31/05/2019) berusaha melakukan penahanan pada Darno
dan Dian Purnomo. Petugas Kejari Surabaya itu akhirnya hanya dapat menahan Dian
Purnomo. Sebab sewaktu petugas hendak membawa Darno, petugas diteriaki “maling”
oleh warga setempat. Sehingga upaya penahan pada Darno gagal dilakukan. (rcr)
0 comments:
Posting Komentar