RADARMETROPOLIS: Jember – Komisioner Bawaslu Jatim, Nur Elya Anggraini,
menyatakan bahwa kasus tak tercantumnya nama calon legislator DPRD Jember Nomor
Urut 5 Partai Hanura dalam surat suara, terbuka kemungkinan merupakan
pelanggaran pidana.
Sedangkan dalam konteks penanganan, Nur Elya mengatakan
bahwa Bawaslu Jatim bisa saja mengambil alih sidang penyelesaian kasus tersebut.
Tetapi hal itu tergantung Bawaslu Jember. Persoalan yang terjadi
di Daerah Pemilihan II Kabupaten Jember tersebut diposisikan mereka sebagai
laporan atau sebagai Adm 1 (temuan).
“Kalau sifatnya laporan dari pihak luar, sidang tetap
dilakukan di kabupaten. Tapi kalau dijadikan info awal dan dijadikan temuan,
maka sidangnya naik (ditangani Bawaslu Jatim),” kata Nur.
Ariandri Shifa Laksono, calon legislator DPRD Jember Nomor Urut
5 di Daerah Pemilihan II, tak tercantum dalam surat suara. Surat suara justru
mencantumkan nama Sugeng Hariyadi, calon legislator yang sudah meninggal dunia
dan sudah diusulkan pergantiannya oleh DPC Hanura sebelum penetapan Daftar
Calon Tetap (DCT).
Kejadian tersebut membuat Partai Hanura melakukan protes
keras dan menolak menandatangani hasil pleno penetapan rekapitulasi
penghitungan suara pemilu tingkat kabupaten. Mereka juga melaporkan hal itu ke
Bawaslu.
“Pada prinsipnya setiap ada temuan atau laporan yang masuk
ke Bawaslu, pasti kami kaji segala aspek kemungkinan terjadinya pelanggaran. Kemungkinan
pelanggaran administratif, kemungkinan pelanggaran etik yang menyangkut
penyelenggara, dan kemungkinan terjadinya pelanggaran pidana atau bahkan
mungkin sengketa,” terang Nur Elya.
Dijelaskan lebih lanjut, Bawaslu saat ini masih mengkaji
aspek kemungkinan pelanggaran administratif di Daerah Pemilihan Jember II. Kalau
itu menjadi temuan Bawaslu Jember, maka nanti sidangnya naik satu tingkat, di
Bawaslu Provinsi.
Dari penjelasan semua pihak, kemungkinan terjadi
perkembangan persoalan yang tak hanya menyangkut pelanggaran administratif, bisa
saja terjadi. Hal yang demikian itu menurutnynya memerlukan kajian lebih jauh.
Namun jika memang hanya terjadi pelanggaran administratif,
maka ada tiga kemungkinan rekomendasi. Yakni peringatan tertulis, perbaikan,
dan menempuh aspek hukum lain.
“Di Jember ini kan yang berkembang adalah wacana pemungutan
suara ulang (PSU). Kemungkinan PSU juga kami kaji, seperti apa. Hanya saja
dalam undang-undang perlu diingat, PSU di wilayah Bawaslu adalah H+10
pelaksanaan pemilu. Artinya pada 27 April 2019 PSU selesai,” kata Nur Elya.
Saat ini ranah keputusan PSU ada pada Mahkamah Konstitusi. Tapi
ini masih dalam kajian terus. “Nanti dalam persidangan akan terungkap
fakta-faktanya bagaimana,” ungkap Nur Elya.
Persidangan di Bawaslu Jatim sendiri dibatasi 12 hari sejak
pleno Bawaslu Jember menyatakan adanya pelanggaran administratif. Sementara
Bawaslu Jember dibatasi waktu 14 hari untuk melakukan klarifikasi dengan semua
pihak terkait sejak pleno yang memutuskan adanya dugaan pelanggaran pemilu di
Dapil II. (ar)
0 comments:
Posting Komentar