RADARMETROPOLIS: Surabaya - Pimpinan DPRD Kota Surabaya mengkhawatirkan
belum dicairkannya gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah
Kota Surabaya bisa menimbulkan dampak politis di Pemilihan Umum dan Pemilihan
Presiden 2019.
Hal itu mengingat pencairan gaji ke-13 tersebut telah
menjadi instruksi dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan telah menjadi
keputusan rapat paripurna DPRD Surabaya.
"Bahkan di internal partainya sendiri (Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan) juga meminta gaji 13 segera dicairkan," kata Wakil
Ketua DPRD Surabaya, Masduki Toha, di Surabaya, Minggu (13/10/2018).
Tidak hanya Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya saja, Armuji
(Ketua DPRD Surabaya) yang merupakan bagian dari Fraksi PDIP dan Bambang Dwi
Hartono (Ketua Badan Pemenangan Pemilu-Bappilu) DPP PDI Perjuangan juga ikut
mendesak agar gaji ke-13 yang merupakan hak sekitar 14.000 PNS Pemkot Surabaya
segera dicairkan Tri Rismaharini.
Bahkan di kalangan anggota DPRD Surabaya saat ini sudah
mulai ramai wacana menggulirkan interpelasi atau hak bertanya kepada wali kota
terkait hal itu.
"Artinya ini hanya soal apa maunya Bu Risma, uang sudah
ada, mekanisme sudah dilakukan. Sekarang, apa maunya?" kata Masduki.
Ia sampai mengaku heran dengan sikap Risma yang masih
terkesan mengulur-ulur pencairan hak para abdi negara di lingkungannya sendiri.
Politisi asal Fraksi Partai Kabangkitan Bangsa (PKB)
tersebut khawatir polemik pencairan gaji PNS ke-13 itu akan berdampak politis
di Pemilu dan Pilpres 2019. Meskipun dirinya berharap agar tidak ditarik-tarik
ke ranah politik, karena persoalan tersebut murni menyangkut hak PNS.
"Jika jumlah PNS mencapai 14 ribu itu dikalikan tiga,
sudah ratusan ribu. Ini bahaya, baik secara sosial maupun ekonomi, apalagi
politis, karena sangat bisa dihubung-hubungkan terus," katanya.
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, sebelumnya mengaku tidak
ingin mengambil risiko, dalam waktu dekat mencairkan gaji PNS ke-13. Apalagi
jika dikaitkan dengan tanggung jawabnya terhadap sejumlah kontrak dengan pihak
ketiga, yakni rekanan pelaksana.
Ia bukannya tidak bersedia mencairkan gaji ke-13, tetapi
anggaran yang akan digunakan memang belum ada. Untuk itu Risma tetap belum bisa
menjajikan kapan bisa mencairkan.
"Jadi bukan tidak cair, tapi uangnya tidak ada.
Pendapatan belum tercapai, sampai akhir bulan kemarin. Itu mestinya 72 persen.
Tiap hari saya menerima laporan. Jadi, kapannya, ya tidak tahu!" katanya.
Namun pernyataan Risma tersebut dibantah Reni Astuti,
anggota Badan Anggaran DPRD Kota Surabaya. Ia menyatakan pendapatan Pemkot
Surabaya per 30 September 2018 sudah mencapai target yakni Rp 5.847.344.633.803,00
atau 71,94 persen, sehingga pemerintah kota setempat bisa mencairkan gaji ke-13
pegawai negeri sipil.
Bahkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2018,
Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) 052 tahun 2018, dan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Permendagri (Permendagri) sudah mengatur lengkap soal pencairan
gaji ke-13.
Selain itu, jika dilihat realisasi APBD Surabaya 2017, sisa
lebih pembiayaan anggaran (Silpa) masih besar atau di angka
Rp1.189.308.139.405,18.
"Pencairan sudah terlambat tiga bulan. Kami mohon
kepada pemkot, agar tidak ditunda lagi!" kata Reni (rie).
0 comments:
Posting Komentar