RADARMETROPOLIS: Surabaya - Sebanyak 20 Sekolah Menengah
Kejuruan di Jawa Timur telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD). Untuk itu Pemprov Jatim sudah mengalokasikan lebih dari Rp 19 miliar belanja
subsidi untuk mendukung biaya operasional SMK BLUD dalam Perubahan APBD 2018.
Status SMK BLUD tersebut ditetapkan dalam keputusan Gubernur
Jatim Nomor 188/ 519/ KPTS/ 013/ 2017. Sementara pihak DPRD menginginkan status
BLUD terhadap SMK tersebut diatur oleh Perda.
Dengan berstatus pola pengelolaan keuangan (PPK) BLUD maka
pihak sekolahan diharapkan akan mengelola sendiri belanja fungsional dari
pendapatan sekolah dari potensi yang menjadi unit usaha sekolah.
Contohnya, dengan menyewakan sarana prasarana sekolah sampai
pengelolaan unit usaha, seperti hasil dari barang produksi siswa SMK yang siap
dipasarkan.
Berkaitan dengan dicanangkannya status BLUD terhadap 20 SMK
di Jatim ini, DPRD Provinsi Jawa Timur sempat mewacanakan akan membuat
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif untuk pelaksanaan pola BLUD SMK
ini.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Suli Da'im, berpandangan harus ada regulasi khusus bagi
BLUD SMK yang tujuannya adalah untuk memudahkan Kepala Sekolah mengelola unit
usaha sekolah.
Beberapa permasalahan yang berpotensi muncul, salah satunya adalah
kepala sekolah yang seharusnya konsentrasi untuk pengembangan kualitas
pendidikan tentu fokusnya akan terpecah.
Kepala Sekolah akan lebih sibuk pada urusan unit usaha
berkaitan dengan status BLUD SMK tersebut yang menghasilkan pemasukan untuk
operasional sekolah.
"Dengan adanya Raperda ini, Kepala Sekolah bisa
menunjuk orang lain, guru, atau melatih anak-anak didik ini untuk menangani
manajerial usaha sekolah," katanya.
Problem lainnya, hasil produksi siswa SMK berupa makanan akan
sulit mendapatkan izin edar dari BBPOM. Hal ini karena sekolah tidak mempunyai
hak mendirikan unit usaha.
Berkaitan rencana DPRD untuk membuat Raperda BLUD SMK tersebut,
Soekarwo Gubernur Jawa Timur mengatakan, persoalan itu sebenarnya soal teknis,
sehingga tidak perlu Perda.
"Keuangan kan sudah ada perdanya. Saya kira tidak perlu
sampai membuat perda khusus BLUD. Ini soal teknis saja, kok," kata Pakde
Karwo, Kamis (23/8/2018).
Pakde Karwo berpendapat, tidak semua peraturan harus
berbentuk Undang-Undang atau masuk dalam konstitusi. Karena bila itu
diundangkan, maka ketika ada perubahan akan menunggu terlalu lama.
"Ini, kan, soal manajerial saja. Manajemen itu dinamis,
selalu berubah, mengikuti perkembangan zaman. Kalau diatur dalam Perda tidak
bisa fleksibel," katanya.
Manajemen BLUD SMK, kata Soekarwo, ada pada Kepala Sekolah.
Dia menyerahkan sepenuhnya pengelolaan hasil unit usaha SMK berstatus BLUD ini
kepada Kepala SMK.
"Kepala sekolah yang menentukan, apakah yang didapat
itu disetor langsung atau enggak? Dikelola sendiri. Kepala Sekolah itu secara
berkala selalu membuat pertanggungjawaban kepada Gubernur Lewat Kepala Dinas.
Sama dengan rumah sakit," ujarnya.
Misalnya, BLUD SMK membuat unit usaha minimarket. Pakde
Karwo mengatakan, itu boleh-boleh saja dilakukan. Asalkan dimasukkan di dalam
program kerja tahunan.
"Seperti perusahaan begitulah, ada RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham) menetapkan ini, itu," ujarnya. (sr)
0 comments:
Posting Komentar