RADARMETROPOLIS: Surabaya - Pernyataan Notaris Lutfi
Affandi, SH, M.Kn yang merasa telah dikriminalisasi dalam kasus dugaan penipuan
sebesar Rp 4,2 miliar yang dituduhkan Hj Pudji Lestari bisa jadi benar. Hal ini
terlihat dari keterangan dari para saksi yang dihadirkan oleh jaksa dalam persidangan
di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,
Senin (19/02/2018).
Tiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU)
Djuwariyah dan Darmawati Lahang dalam persidangan itu adalah Muhamad Djuhron,
Muhamad Choiron, dan Rusiyanto.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pesta Sirait, saksi
Muhammad Choiron mengaku tidak pernah menjual tanah bagian warisannya itu pada
Hj Puji Lestari.
Atas dasar itulah, saksi Choiron mengambil kembali
Sertifikat Hak Milik Nomor 64 yang sebelumnya telah diserahkan kepada Notaris
Lutfi Affandi.
"Sayalah orang yang menyerahkan sertifikat tersebut
pada Notaris Lutfi, dan saya jugalah yang mengambil sertifikat asli di Notaris
Lutfi Afandi, waktu itu. Karena memang bagian saya tidak saya jual, dan
sertifikat tersebut masih menjadi satu hamparan," sambung Choiron
Sementara keterangan saksi Rusiyanto mengungkapkan bahwa
obyek tersebut sejak tahun 2011 sudah dikuasai oleh Hj Pudji Lestari, meski
pembayaran jual-beli atas lahan tersebut belum dibayar lunas sampai sekarang.
"Bahkan, banyak biaya yang muncul dan semua dibebankan
kepada para ahli waris. Padahal, sesungguhnya biaya tersebut tidak pernah
ada," kata Rusiyanto di persidangan
Saksi Rusyanto selain itu juga menerangkan bahwa dirinya belum
pernah membayar serupiah pun pada Notaris Lutfi atas biaya yang timbul dari
jual belinya dengan Hj Puji Lestari.
Menanggapi kesaksian tersebut, terdakwa Lutfi Afandi menyatakan
bahwa dirinya sudah bekerja sesuai Jabatan Notaris. Oleh sebab itu ia merasa telah
dikriminalisasi dalam kasus dugaan penipuan sebesar Rp 4,2 miliar yang
dituduhkan Hj Pudji Lestari tersebut.
"Tahu-tahu oleh Polda sudah di P21 dan sekarang
disidangkan. Saya tidak bisa berbuat banyak, termasuk melakukan upaya
praperadilan. Padahal pasal 66 ayat 1 UU No. 30/2004 Undang-Undang Jasa Notaris
(UUJN) untuk memeriksa notaris harus mendapatkan ijin terlebih dahulu kepada
Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris," ungkap Lutfi.
Kepada wartawan Lutfi juga menerangkan bahwa dalam perkara
ini dirinya tidak pernah menerima uang sepeserpun seperti yang dituduhkan.
"Satu rupiah, seribu rupiah pun, saya tidak pernah menerima. Penipuannya
dimana? Kerugiannya berapa? Wong belum dibayar," ungkap Lutfi.
Terkait tuduhan bahwa dirinya menyerahkan sertifikat kepada
Muhamad Choiron bukan kepada Hj Pudji, Lutfi menerangkan bahwa apa yang
dilakukan adalah bukan menyerahkan, melainkan mengembalikan sertifikat itu ke
pemilik asalnya.
"Yang menyerahkan sertifikat ke saya adalah Muhamad Choiron
sendiri. Logikanya, kalau ada orang jual-beli, kira-kira siapa yang membawa
sertifikat? Pembeli atau penjual? Intinya, sertifikat yang ngantar pertama kali
adalah pak Choiron, terus saya serahkan kembali ke pak Choiron," tandasnya
Mengenai penyerahan sertifikat tersebut, Lutfi mengakui kalau
dirinya memang tidak langsung menyerahkan sertifikat tersebut ke Choiron. Ia
menunjuk pegawainya untuk menemui notaris Hendrikus untuk penyerahan.
"Waktu ke notaris Hendrikus, Choiron yang menunjuk,
karena punya pak Choiron tidak dijual ke bu Pudji. Untuk PPAT, saya menunjuk
pak Sugeng, saya hadirkan pak Sugeng. Aktenya dibuat Pak Sugeng dan akte
bikinan pak Sugeng itu belum disahkan lho. Karena, sertifikat belum dicek, ada
masalah apa tidak? Jangan salah, jadi sertifikat belum bisa diproses,
pengecekan sertifikat saya lakukan melalui perantara pak Sugeng, begitu dicek
dikembalikan lagi, Choiron kuncinya," sambung Lutfi.
Tak hanya itu, pembuatan akta jual beli atas sertifikat Nomor
64 tidak bisa dilaksanakan, dikarenakan pada saat dilakukan pengecekan sertifikat
di Kantor BPN Kabupaten Sidoarjo ternyata tidak bisa karena warkah dari
sertifikat tersebut tidak ada.
"Untuk bisa dilakukan pengecekan maka harus dimunculkan
warkah baru dengan melakukan proses pengukuran atas lahan tersebut dan hal
tersebut belum pernah dilakukan," terang Lutfi.
Untuk diketahui, bahwa obyek yang menjadi sengketa adalah
lahan seluas kurang lebih 34 Hektar terletak di Desa Gebang Sidoarjo.
Sertifikat atas nama enam orang pemilik itu, dua diantaranya, tidak menjual
kepada Puji Lestari. Salah satu yang tidak menjual adalah saksi Choiron yang
memiliki luas tanah tersebut kurang lebih 10 hektar. (rcr)
0 comments:
Posting Komentar