RADARMETROPOLIS: Sidoarjo - Sidang praperadilan yang
diajukan pemohon BSH alias AB, Direktur PT. PI Buduran, melawan Kanwil DJP
Jatim II (termohon) di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Rabu (21/2/2018) memasuki
agenda mendengarkan saksi ahli. Tim penyidik DJP Jatim ll mendatangkan Prof.
Gunadi, saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Dalam keterangannya, saksi ahli tersebut mengatakan bahwa upaya
praperadilan yang dilakukan penunggak pajak merupakan sesuatu yang baru dalam
perpajakan. Hal ini menunjukkan ada modus baru yang dilakukan para penunggak
pajak untuk tidak membayarkan pajaknya kepada Negara.
"Ya, kalau dia bayar pajak, nggak mungkin juga
dipidanakan. Sekarang, mana mungkin bayar pajak dipidanakan," kata Gunadi,
di depan hakim tunggal, Suprayogi SH.
Ia menjelaskan lebih lanjut, petugas pajak dalam menetapkan
suatu perkara terlebih dahulu mencari alat bukti. Apakah ada pelanggaran hukum
atau tidak. Terutama berdasarkan laporan SPT. Kedua, adanya kerugian pada
pendapatan negara.
SOP-nya seperti itu. Ada utang pajak tetapi tidak dibayar.
Disana ada calon tersangka, saksi, dan bukti. Itu sudah jelas. Dan yang lebih
penting lagi, menurut Gunadi adalah modus operandinya.
“Apakah dia melakukan dengan cara yang benar atau
tidak," jelasnya.
Terkait dengan aturan hukum perpajakan, pajak saat ini menurut
Gunadi sudah menerapkan self assessment. Masyarakat diberikan kepercayaan untuk
menghitung sendiri pajaknya. Namun dalam perhitungannya, ada persyaratan yang
harus dipenuhi. Yakni, berdasarkan pada pembukuan.
"Yang perlu diingat, pembukuan harus dilakukan dengan
itikad baik dan disesuaikan dengan keadaan yang sebenernya. Jadi, gampang sebenarnya, kalau menjadi wajib pajak
yang baik," tandasnya.
Pada sidang sebelumnya, tim kuasa hukum termohon DJP Jatim
II Herman Butar-Butar mengungkapkan penetapan tersangka itu sudah sesuai
prosedur. Sebelum tim penyidik memproses mulai tingkat penyelidikan hingga
penyidikan.
"Klien saya sudah melakukan upaya persuasif sesuai
aturan perpajakan maupun melalui UU Tax Amnesty/ pengampunan pajak, agar
tunggakan pajak tahun 2009 sampai 2011, yang nilainya Rp 20 miliar dibayarkan
ke kas negara. Tapi itu tidak dilakukan," kata Herman.
Sementara, tim kuasa hukum pemohon Agung S Wibowo menilai
penersangkaan itu tidak tepat. Menurutnya delik pidana itu sudah kadaluarsa,
karena SPT tidak dilakukan penetapan pajak oleh Kanwil DJP Jatim II.
"Alat bukti penetapan tersangka itu tidak tepat,
karena SPT yang klien kami sampaikan sudah tepat dan benar," papar Agung.
Agung juga menyesalkan tindakan DJP II yang menetapkan kliennya
sebagai DPO. Padahal, saat pendaftaran praperadilan status itu tidak ada.
"Status DPO itu baru diketahui setelah daftar bukti termohon yang
dimasukkan dalam nomor urut terakhir atau paling bawah," jelasnya.
Disinggung soal kesaksian ahli, Agung menyatakan, yang
disampaikan saksi sangat subyektif. Bahkan menurut Agung, bukan kapasitas saksi
ahli mengomentari kewenangan suatu institusi. "Biar nanti hakim saja yang
menilai. Semoga hakim pemutus menjatuhkan putusan yang tepat dan adil," ujarnya.
(rik)
0 comments:
Posting Komentar