RADARMETROPOLIS: Surabaya - Dengan harga murah, daya beli
masyarakat akan naik. Hal ini membawa dampak pada kemakmuran masyarakat. Dan
kemiskinan akan berkurang. Untuk itu Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan
terus menjaga harga-harga kebutuhan agar terkendali hingga ke tingkat yang
lebih murah.
Usai menjadi pembicara pada Rapat Koordinasi (Rakor) Wilayah
TPID Provinsi Jawa Timur di Hotel Wyndham Surabaya, Selasa (3/10) Sekretaris
TPID Pusat, Iskandar, mengatakan bahwa tugas dan keberadaan TPID bisa menekan
kenaikan harga agar tidak berlebihan.
Seperti pada bulan Puasa, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru harga-harga
bahan pokok naik. Pada hari-hari biasa masyarakat tidak makan daging. Pada
Lebaran, Natal dan Tahun Baru, mereka makan daging. Maka dipastikan harga
daging akan naik.
“Jadi pada Puasa, Lebaran, Natal, dan Tahun Baru permintaan
meningkat. Ini otomatis harga akan naik. Kenaikan harga bahan pokok itu memang
wajar, tetapi TPID tidak mau kenaikan harga berlebihan,” katanya.
Jika ada kenaikan harga, TPID akan mengeluarkan imbauan dan
kampanye bijak kepada para konsumen atau masyarakat. Misalnya, belilah bahan
pokok secukupnya. Bila imbauan itu belum ada respon, maka TPID bekerja sama
dengan Bulog menyediakan pasokan bahan pokok yang cukup untuk mengadakan
Operasi pasar atau OP.
Rakor wilayah TPID Jawa Timur ini bertema “Update Kelembagaan
TPID, Sinergi Pemerintah-Swasta dalam Pengendalian Harga Komoditas Strategis dan
Tekanan Inflasi”. Disini peserta bisa saling belajar tentang TPID dari
pengalaman masing-masing peserta. Kemudian peserta Rakor bisa bekerja sama
dengan daerah lain untuk menyediakan harga komoditi yang murah namun
berkualitas.
Pada acara ini juga disosialisasikan Keputusan Presiden
(Kepres) No 23 Tahun 2017 Tentang Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Munculnya Kepres No 23 Tahun 2017 Tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional
karena sebelumnya landasan hukum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) hanya kesepakatan
bersama antar Menko Perekonomian, Mendagri, dan Gubernur Bank Indonesia. Dan
kesepakatan tersebut sudah jatuh tempo pada April 2017 yang lalu.
“Jadi landasan, dasar hukumnya pengerjaan TPID tidak kuat,
bahkan tidak ada dasar hukumnya untuk mengikat semua kementerian terkait. Oleh
sebab itu maka munculah Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 23 Tahun 2017 Tentang
Tim Pengendalian Inflasi Nasional,” ujar Iskandar.
Dijelaskan dengan adanya Kepres 23/2017 kepastian hukum dari
dasar kerjanya TPID bisa disinkronisasi antara Tim Pengendalian Inflasi (TPI)
yang dibentuk berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, dan TPID dibentuk berdasarkan
MoU antar Menko Perekonomian, Mendagri, dan Gubernur Bank Indonesia (BI). Kondisi
tersebut tidak bisa sinkron dilakukan karena Menteri Keuangan membentuk Tim Pengendalian
Inflasi yang mengikat pada kementerian. Padahal yang bisa mengikat semua
kementerian adalah Kepres. Dengan Kepres 23/2017 semakin memperjelas koordinasi
pengendalian inflasi antara pusat dan daerah.
“Dengan adanya dasar hukum yang jelas, pengeluaran anggaran
dari pihak terkait dan kegiatan TPID sudah tidak ada keraguan lagi, karena
sudah ada dasar hukumnya yang kuat,” tuturnya.
Menurut Iskandar, pengendalian inflasi adalah hal yang
penting. Ini karena untuk bahan makanan saja telah menyumbang 73,19 persen
garis kemiskinan. Karena kalau harga bahan makanan naik menjadikan orang miskin
bertambah, maka perlu mengendalikan inflasi agar daya beli masyarakat tetap
tinggi dan tidak jatuh pada tingkat kemiskinan.
Ia menambahkan, untuk diketahui harga-harga tidak saja
dipengaruhi oleh permintaan, tetapi juga dari sisi pasokan. Oleh sebab itu TPID
di daerah dibentuk memperlancar pasokan dan distribusi maupun pengendalian
permintaan masyarakat yang berlebihan. (ar)
0 comments:
Posting Komentar