RADARMETROPOLIS: Mojokerto - Ratusan warga Desa Cendoro,
Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto melakukan aksi penggalangan tanda
tangan. Mereka menolak pembangunan tempat pengelolaan limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) di desanya, karena dikhawatirkan akan mematikan mata
pencaharian penduduk yang sehari-harinya bercocok tanam.
Kepala Dusun (Kadus) Cendoro, Sumardi, mengatakan bahwa
lahan yang mayoritas ditanami dengan pohon jati dan kayu putih bersebelahan
langsung dengan pemukiman warga.
"Warga was-was, ladang mereka mati karena dampak dari
tempat pengelolaan limbah B3 terbesar di Jatim. Kami pernah dikumpulkan, ada
sosialisasi dari pemprov terkait hal ini," ungkapnya, Rabu (11/10/2017).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Sumardi, pada tanggal 10
September 2017 lalu, warga dikumpulkan dan pejabat dari pemprov memberikan
surat edaran bahwa akan ada pembangunan tempat pengelolaan limbah B3 di Desa
Cendoro.
Menurutnya, sosialisasi dan pemberian surat edaran kepada
warga tersebur tanpa adanya perundingan atau musyawarah terlebih dahulu dengan
warga.
"Sehingga warga menolak keras pembangunan tempat
pengelolaan limbah B3 di desa kami. Kami juga telah melayangkan surat penolakan
kepada DPRD Kabupaten Mojokerto dan Pemprov Jatim, tapi hingga kini belum ada
respon. Jika tidak ada respon juga, kami akan melakukan aksi besar-besaran
terkait penolakan pembangunan tempat pengelolaan limbah B3 ini," ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Koordinator Forum Masyarakat
Cendoro, Siswanto. Sebanyak 3.250 warga Desa Cendoro akan menggelar aksi dan
memblokade jalan untuk menghalau pembangunan tempat pengelolaan limbah B3
tersebut.
"Kami menolak keras pembangunan tempat pengelolah
limbah B3 ini, karena bisa berdampak pada pencemaran lingkungan dan perusakan
hutan," tegasnya.
Siswanto menjelaskan, Pemprov Jatim mengganggarkan Rp 350
miliar untuk pembangunan tempat pengelolaan limbah B3 di Desa Cendoro.
Rencananya, pembangunan tempat pengelolaan limbah B3 akan dilakukan pada tahun
ini.
Meskipun pembangunan berada di lahan milik Perhutani, warga
menginginkan adanya musyawarah persetujuan. Karena lahan yang akan dijadikan
tempat pengelolaan limbah B3 tersebut berdekatan langsung dengan pemukiman
warga.
“Warga tidak diajak musyarawah terlebih dahulu
tapi mereka sudah memutuskan sendiri. Sementara warga di sini, mata pencaharian
warga bergantung dengan bertani. Apakah mereka sudah memikirkan nanti dampak
kedepannya seperti apa?" tandas Siswanto. (rik)
0 comments:
Posting Komentar