RADARMETROPOLIS: Jakarta - Komisi III DPR RI menggelar rapat
kerja dengan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian beserta jajaran di Gedung
DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017). Kapolri didampingi Wakapolri
Komjen Pol Syafruddin dan Kabaharkam Polri Komjen Pol Putut Eko Bayuseno. Rapat
ini membahas beberapa permasalahan yang sedang memanas saat ini.
“Pertama, adalah persoalan penembakan tiga personel Brimob
di area migas milik Sarana Gas Trembul (SGT) di Dukuh Canggah, Desa Trembul,
Kecamatan Ngawen, Kabupaten Blora, yang terjadi baru-baru ini,” kata Ketua
Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo, di gedung DPR RI, Jakarta, sebelum rapat
dimulai.
Bamsoet meminta hendaknya Kepala Kepolisian Republik
Indonesia memperketat pengawasan dan memberikan tanggung jawab penanganan
kepada atasan langsung para pelaku dengan sepenuhnya.
"Dan apabila ditemukan pelanggaran, tindakan pertama
yang harus dilakukan adalah penindakan tegas sanksi kepada atasan yang
bersangkutan, terutama dalam hal pengawasan persenjataan yang dimiliki oleh
anggota," ujarnya.
Bamsoet pun meminta hendaknya setiap tahun harus diadakan
evaluasi bagi personel pemilik senjata dengan mengikuti serangkaian tes
psikologi dan masalah pribadi dari anggota itu sendiri dan itu adalah tugas
langsung dari pimpinan yang bersangkutan.
Pembahasan berikutnya adalah terkait polemik impor senjata
oleh Polri, yang diramaikan oleh Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Menurut Bambang,
permasalahan ini sudah selesai, karena ini merupakan tugas pemerintah.
“Isu senjata yang diramaikan oleh saudara panglima, menurut
saya ini sudah selesai, karena ini sebetulnya urusan pemerintah. Koordinasi
pemerintah yang buruk, namun belakangan kita sudah dapat penjelasan menkopolhukam,
urusan ini sudah diselesaikan dengan baik antar instansi di bawah pemerintah
dan menkopolhukam,” kata Bamsoet.
Kemudian, Bambang juga menyinggung soal Operasi Tangkap
Tangan. Komisi III berharap tidak boleh ada lagi OTT yang tidak diketahui oleh
Kapolda di wilayah hukum Polda masing-masing di seluruh Indonesia.
“Peristiwa di Malang tidak boleh terjadi lagi, dimana
saudara kapoldanya tidak tahu ada kegiatan hukum disana dan OTT yang diberitahu
hanya Kapolresnya,” jelasnya.
Kemudian penggunaan aparat bersenjata untuk pengamanan pada
waktu OTT tidak boleh berlebihan.
“Kami lihat nanti, kami tayangkan bagaimana penggunaan
senjata aparat, seperti mau menangkap teroris. Memakai senjata lengkap,
sedangkan yang ditangkap pejabat negara yang tidak mungkin punya pasukan
bersenjata. Jadi, kalau ada Kapolda tidak tahu ada kegiatan OTT, Kapolri harus
berikan sanksi yang tegas, karena Kapolda bertanggung jawab terhadap wilayah
hukumnya, terkait ancaman dan gangguan di wilayah tersebut,” jelasnya.
Bambang melanjutkan, soal pemanggilan paksa, sesuai UU MD3
DPR diberikan kewenangan untuk memanggil paksa seseorang manakala setelah
secara patut dua kali berturut turut yang bersangkutan tidak hadir tanpa alasan
yang jelas.
“UU mengamanatkan pemanggilan paksa dapat dilakukan dengan
bantuan polri. Ini perintah UU. Polri tidak boleh menolak untuk melaksanakan
Undang-Undang tersebut. Walaupun belum ada hukum acaranya, tapi saya yakin ada
peluang penegakan dan melaksanakan UU,” jelasnya.
Selain itu, untuk Densus tipikor, stretching-nya adalah kesiapan,
karena Komisi III berharap Densus Tipikor berjalan tahun 2018. (rez)
0 comments:
Posting Komentar