RADARMETROPOLIS: Surabaya - Persidangan kasus dugaan
penipuan dan penggelapan dengan terdakwa Henry J Gunawan di Pengadilan Negeri
(PN) Surabaya, Senin (16/10/2017) meminta keterangan dari beberapa saksi.
Empat saksi dihadirkan jaksa penuntut umum Ali Prakosa. Mereka
adalah Hermanto, Aswin Juanda, Yuli Ekawati, dan Fatma Andi Wijoyo. Saksi Hermanto
merupakan saksi korban yang melaporkan kasus ini ke polisi.
Di depan persidangan, Hermanto mengaku bahwa kasus ini bermula
dari informasi yang disampaikan oleh
pamannya, yaitu Heng Hok Asoei.
“Awalnya saya ditawari om saya Heng Hok Asoei. Asoei bilang
ke saya kalau Henry mau jual tanah di Malang dan Surabaya,” ujar Hermanto.
Tawaran tersebut menarik minat Hermanto. Ia yang merasa
tertarik, kemudian melakukan survei tanah yang berlokasi di Claket, Malang itu.
Menurutnya, Asoei mengatakan bahwa tanah di Malang harganya Rp 4,5 miliar,
sedangkan tanah yang di Surabaya harganya Rp 500 juta.
“Kemudian setelah melihat kondisinya, saya kemudian tertarik
dengan tanah tersebut. Tapi saya tidak punya uang sebanyak itu untuk
membelinya. Kemudian Asoei bilang beli pakai uangnya dulu, nanti diganti dan
saya setuju. Asoei lantas bilang nanti dilobikan ke Henry,” terangnya.
Kemudian majelis hakim yang diketuai oleh Unggul Warso Mukti
meminta keterangan kepada Hermanto terkait pertemuan antara dirinya dengan
Henry, Asoei, dan Aswin di sebuah tempat spa di Surabaya.
Dalam pertemuan itu, Hermanto mengatakan bahwa Asoei dan
Henry membicarakan tanah tersebut, namun dirinya tidak diikutsertakan dalam
pembicaraan itu.
“Sepengetahuan saya, Pak Henry minta uangnya ditransfer ke
dua rekening, yaitu rekening pribadi Pak Henry dan PT Permata (PT Surya Inti
Permata),” kata Hermanto.
Setelah sepakat, Asoei kemudian meminta Hermanto untuk
menyiapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK).
“Saya diminta siapkan KTP dan KK untuk segera transaksi di
kantor notaris Caroline C Kalampung,” beber Hermanto.
Setelah beberapa bulan kemudian Hermanto justru mendengar
bahwa sertifikat kedua tanah tersebut telah dijual Henry.
Mendengar informasi tersebut, Hermanto melalui pengacaranya (Sudiman
Sidabuke) mau melaporkan Caroline. Tapi Caroline menyatakan akan bertanggung jawab.
Untuk itu Caroline meminta kepada Hermanto untuk tidak lapor ke polisi.
Kemudian Caroline bilang kalau tanah tersebut sudah dijual oleh Henry.
Mendengar pernyataan Hermanto tersebut, M Sidik Latuconsina,
kuasa hukum Henry lantas memberondong Hermanto dengan beberapa pertanyaan.
“Saya tanya, khusus tanah yang di Jalan Hayam Wuruk
(Surabaya). Anda kan sebagai pembeli, apa saat itu dibuat akta jual beli tanah
tersebut?” tanya Sidik.
Mendapat pertanyaan tersebut, Hermanto terlihat bingung.
“Tidak dibuat akta jual beli, yang dibuat hanya akta
perjanjian dan akta pengalihan kuasa saja. Saya tidak mengerti, karena itu
tugas notaries. Saya hanya percaya saja. Saya tidak pengalaman,” kata Hermanto.
Sidik lantas mengejar jawaban Hermanto. Ia pun menanyakan
alasan tidak dibuatnya akta jual beli tanah tersebut.
“Anda tadi kan mengaku sebagai pembeli, tapi kok mengaku tidak
mengerti? Anda ini bagaimana? Akibat laporan anda, klien saya ditahan jaksa
penuntut umum,” cecar Sidik kepada Hermanto.
Hermanto justru mengaku bahwa Henry pernah membuat akta
pembatalan pada Juni 2011. Selain itu, menurut Hermanto, tanah tersebut telah
dibeli kembali oleh Henry dengan harga Rp 500 juta.
“Saya sekarang tidak ada urusan dengan tanah itu, karena bukan tanah saya lagi. Pak Asoei sudah
berikan saya uang Rp 130 juta sebagai keuntungan atas tanah tersebut,” kata
Hermanto.
Sidik kemudian bertanya apakah Asoei telah menerima uang Rp
632 juta dari Henry, Hermanto tak membantahnya.
“Sepengetahuan saya seperti itu, buktinya saya sudah terima
Rp 132 juta dari Asoei atas tanah tersebut,” kata Hermanto.
Sementara itu, anggota tim kuasa hukum Henry lainnya, Lilik
Djaliyah, sempat menanyakan apakah Hermanto bisa membuktikan bahwa PT Gala Bumi
Perkasa milik Henry.
“Saya dapat info Pak Asoei, bahwa Pak Henry pemilik PT Gala
Bumi Perkasa. Tapi yang tanda tangan perwakilan PT GBP, yang saat itu dijabat
Raja Sirait,” katanya.
Selanjutnya, Hermanto juga mengakui bahwa ikatan perjanjian jual
beli tanah tersebut terjadi antara dirinya dengan PT Gala Bumi Perkasa. Namun,
Hermanto mengakui bahwa tidak ada pembayaran ke PT Gala Bumi Perkasa.
“Saya beli uangnya dari Pak Asoei,” pungkas Hermanto. (rie)
0 comments:
Posting Komentar