Kepala Bidang Hubungan Pertanahan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur, Sis Widodo. |
RADARMETROPOLIS: (Surabaya) - Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Jawa Timur, Gusmin Tuarita, SH, MH, mengatakan banyak yang
salah persepsi terhadap pemahaman status Tanah Negara. Dalam status sebagai
tanah yang dikuasai langsung oleh negara, bukan berarti tanah tersebut adalah
milik negara ataupun dikuasai secara fisik oleh negara.
“Hak menguasai disini hanya memberi wewenang kepada negara
untuk melakukan pengaturan, diantaranya adalah mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang terkait dengan tanah,”
kata Gusmin, Kamis (3/8/2017) di ruang kerjanya.
Dengan demikian, lanjut Gusmin, kepemilikan atas tanah yang berubah
status menjadi tanah negara sebagai akibat adanya pelepasan hak adalah tetap
ada pada orang ataupun badan hukum yang sudah membayar atau membeli tanah
tersebut. Karena hak menguasai negara tersebut bukanlah wewenang negara untuk
memiliki atau menguasai secara nyata atau secara fisik tanah yang telah menjadi
hak orang.
Masih menurut Gusmin, kepemilikan seseorang (orang/ badan
hukum) atas tanah negara tersebut dibuktikan dengan akta. Dan salah
satu bentuk akta perolehan hak adalah surat perjanjian ruislag. Sebab, adanya
perbuatan hukum pemindahan hak melalui proses tukar-menukar dibuktikan
dalam surat perjanjian ruislag.
“Surat perjanjian ruislag adalah bukti kepemilikan tanah,”
tegas Gusmin.
Sementara itu Kepala Bidang Hubungan Hukum Pertanahan Kanwil
BPN Jatim, Sis Widodo, memberikan keterangan senada ketika dimintai penjelasan
tentang Tanah Negara. Menurutnya aparat penegak hukum sering salah persepsi
terhadap pemahaman Tanah Negara.
“Aparat penegak hukum sering salah persepsi terhadap tanah
negara. Tanah negara artinya bukan tanah yang dimiliki oleh negara. Tanah
Negara artinya adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Dengan hak
penguasaan ini maka negara sebatas mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang berkaitan dengan
tanah,” kata Sis Widodo, Kepala Bidang Hubungan Hukum Pertanahan Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur, di ruang kerjanya (3/8/2017).
Sis Widodo menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam praktek
administrasi pertanahan penggunaan istilah Tanah Negara sebenarnya dimaksudkan
untuk membedakan antara tanah yang haknya sudah didaftarkan dengan tanah yang
haknya belum didaftarkan.
“Tanah yang sudah didaftarkan haknya disebut dengan Tanah
Hak. Sedangkan yang belum didaftarkan haknya disebut dengan Tanah Negara,” kata
Sis Widodo.
Oleh karena itu, lanjut Sis Widodo, meski sebuah bidang
tanah disebut berstatus sebagai Tanah Negara, tidak menghapus kepemilikan seseorang
atau badan hukum atas tanah tersebut. Kepemilikan tetap melekat pada pihak yang
menguasai secara fisik tanah dimaksud berdasarkan suatu hak yang dilindungi
hukum. Ini karena penggunaan istilah tanah negara itu pada dasarnya dimaksudkan
untuk membedakan antara tanah yang sudah didaftarkan haknya dengan yang belum
didaftarkan haknya.
“Jadi, jika terkait dengan ruislag atau tukar-menukar dengan
tanah aset pemerintah maka status kepemilikan terhadap tanah yang telah
dilepaskan haknya oleh pemerintah tersebut adalah tetap menjadi milik investor
yang telah membeli tanah itu melalui proses tukar-guling, meski statusnya berubah
menjadi tanah negara,” jelas Sis Widodo.
Ketika ditanyakan apakah kepemilikan orang/ badan hukum bisa
hilang jika haknya tersebut tidak didaftarkan, Sis Widodo mengatakan bahwa
pendaftaran tanah adalah kegiatan yang bersifat administrasi. Dengan demikian
pendaftaran tanah tidak membawa akibat pada keberlangsungan hak kepemilikan.
Artinya, jika tanah tersebut haknya belum didaftarkan ke BPN maka kepemilikan
yang bersangkutan atas tanah dimaksud tidak hilang.
Sebagai bukti bahwa tanah itu adalah milik yang bersangkutan,
hal ini bisa diketahui dari bukti perolehan hak yang ia miliki. Dalam konteks
tukar-menukar dengan aset tanah pemerintah, Sis Widodo mengatakan bahwa surat
perjanjian ruislag yang dibuat oleh menteri atau pejabat/pimpinan lembaga yang berwenang
adalah bukti perolehan hak. Dengan demikian surat perjanjian ruislag merupakan
bukti kepemilikan. “Kedudukannya sama dengan akta jual beli, akta lelang, dan
sejenisnya,” tuturnya.
Ia menambahkan, bahwa proses tukar-menukar tanah aset
pemerintah berbeda dengan swasta. Proses ruislag dengan pihak pemerintah sangat
rumit. Prosesnya bisa memakan waktu hingga bertahun-tahun. Banyak proses
administrasi yang harus dilalui. Oleh karena itu surat perjanjian ruislag tidak
dibuat oleh PPAT, tetapi oleh menteri atau pimpinan lembaga yang berwenang. Di
sisi lain, karena PPAT juga tidak memiliki kewenangan membuat akta terkait
tanah aset pemerintah atau negara. (erha)
0 comments:
Posting Komentar