RADARMETROPOLIS: (Jakarta) - Peneliti Indonesia Corruption
Watch (ICW) Emerson Yuntho meminta Presiden Joko Widodo untuk segera melakukan
evaluasi terhadap kinerja Kepala Kejaksaan Agung, HM Prasetyo. Selama di bawah
kepemimpinan Prasetyo, Korps Adhyaksa tercatat sudah lima kali terjaring kasus
hukum.
“Jokowi harus evaluasi kinerja Prasetyo. Ini tidak ada suri
tauladan dari pemimpin Kejaksaan Agung,” katanya melalui surat elektronik,
Jumat (4/8).
Tertangkapnya oknum jaksa dalam kasus dugaan korupsi itu
juga membuktikan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Prasetyo tidak
berjalan di Kejaksaan Agung.
“Jadi, fungsi pengawasan dan pembinaan tidak berjalan selama
kepemimpinan Prasetyo,” ujarnya.
Berdasarkan data yang ada di ICW, oknum-oknum jaksa yang
terseret kasus korupsi di bawah kepemimpinan Prasetyo, adalah dua jaksa
penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Deviyanti Rochaeni dan
Fahri Nurmello, yang ditangkap KPK pada 2016 lalu. Keduanya ditangkap karena
menerima suap dari mantan Bupati Subang, Ojang Suhandi.
Suap itu diberikan untuk meringankan tuntutan terhadap dua
pejabat Dinas Kesehatan Subang yaitu Jajang Abdul Kholik dan Budi Subianto.
Keduanya tersangkut kasus korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana
kapitasi dan program BPJS Kesehatan tahun anggaran 2014 di Dinas Kesehatan
Subang.
Pada November 2016, Pengadilan Negeri Tipikor Bandung
menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara untuk Fahri. Sementara Deviyanti divonis
penjara selama empat tahun.
Kemudian, Jaksa Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur Ahmad Fauzi yang ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli)
Jawa Timur pada akhir November 2016 karena menerima suap dalam perkara
pengalihan lahan di Sumenep.
Pemberian suap itu dimaksudkan agar ia tidak ditetapkan
tersangka oleh Fauzi yang saat itu sebagai penyidik. Penangkapan Fauzi tak lama
setelah dia mengikuti sidang praperadilan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri
Surabaya.
Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis Fauzi dengan
hukuman empat tahun penjara. Ia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar 1,5
miliar rupiah.
Selain itu, Kepala Seksi III Intelijen Kejaksaan Tinggi
Bengkulu Parlin Purba yang ditangkap tangan KPK pada Juni 2017 lalu usai
menerima suap.
Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan
pengumpulan data dan bahan keterangan terkait proyek pembangunan irigasi yang
berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
Saat ini, Parlin ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Selain
Parlin, KPK juga menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah
Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur PT
Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi sebagai tersangka. (rez)
0 comments:
Posting Komentar