RADARMETROPOLIS: (Surabaya) - Mantan Direktur Utama PT
Pelindo III Djarwo Surjanto dan isterinya Mieke Yolanda kembali menjalani
sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (31/7/2017) untuk mendengar
keterangan saksi ahli dari PPATK yang diminta oleh jaksa penuntut umum.
Keduanya didakwa melakukan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang.
Saksi ahli yang didatangkan oleh JPU adalah Wisnu Yuana
Darmawan dari pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK) Jakarta.
Selama hampir satu jam Wisnu memberi keterangan di sidang
tersebut. Ia menjelaskan perkara tindak pidana pencucian uang dan unsur-unsur
apa saja yang memenuhinya. Pertanyaan pertama kepada saksi ahli diajukan ketua
majelis hakim, Maxi Sigarlaki. Ia meminta penjelasan tentang tindak pidana lanjutan.
"Definisinya seperti apa, sebab itu menyangkut materi pada sidang
ini," katanya.
Wisnu menjelaskan berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun
2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang bahwa tindak pidana lanjutan itu
adalah sebagai dampak atas tindak kejahatan sebelumnya. Pembuktiannya harus
diawali dari tindak pidana awal. "Kalau tindak pidana awal terbukti, sudah
sepatutnya menduga adanya tindak pidana pencucian uang," jelasnya.
Maxi lalu melanjutkan pertanyaan berikutnya. Apabila tindak
pidana awal tidak terbukti, apakah tindak pidana lanjutan masih berlaku. Wisnu
menjawab tidak. "Kalau tindak pidana awal tidak terbukti, berarti tindak
pidana lanjutan tidak berlaku," tegas Wisnu.
Jawaban saksi ahli menjadi kunci majelis hakim dalam
mengadili sidang kasus tersebut. Titik beratnya adalah dugaan pemerasan dengan
terdakwa Djarwo Surjanto. Apabila dakwaan itu tidak terbukti, maka dakwaan yang
ditujukan kepada Mieke Yolanda bisa kabur.
Masih seputar tindak pidana lanjutan, Sudiman Sidabuke,
kuasa hukum tedakwa, menanyakan tentang tindak pidana lanjutan yang disebabkan
pada berkas lain. Apabila dalam berkas perkara lain itu terbukti, berarti
tindak pidana lanjutan itu bisa diteruskan. Wisnu mengiyakan. "Terdakwa
patut diduga, tetapi apabila tidak terbukti, tindak pidana itu tak perlu
dibuktikan meski beda berkas perkara," jelasnya.
Sudiman kembali bertanya tentang definisi tentang pencucian
uang. Apakah penerimaan uang sebagai dampak masalah utang-piutang bisa disebut
sebagai tindak pidana pencucian uang. "Selama ada bukti, tidak bisa
disebut sebagai tindak pidana," jawab Wisnu.
Berdasarkan penjelasan tersebut tampaknya terdakwa Mieke
Yolanda bisa bebas dari jeratan hukum. Sebab, pada sidang sebelumnya terungkap
bahwa uang yang diterima adalah pembayaran utang dari Firdiant Firman, rekanan
PT Akara Multi Karya (AKM) kepadanya. (erha)
Kini, tinggal menunggu bagaimana proses pembuktian dari
dugaan pemerasan dengan terdakwa Djarwo Surjanto. Dan dugaan pemerasan oleh PT
AKM dengan terdakwa David Hutapea, Agusto Hutapea, Rahmat Satria, dan Firdiant
Firman sebagai rekanannya.
Usai sidang kuasa hukum terdakwa Ari Hersofiawanudin SH
menyatakan bahwa apa yg disampaikan ahli membuktikan kliennya sejak awal tidak
terbukti melakukan pemerasan dan TPPU seperti yang didakwakan JPU baik aktif
maupun pasif. Apalagi terkait unsur-unsur TPPU sangat jauh sekali baik secara
berkelanjutan maupun tidak.
Perlu diketahui, kasus dugaan pemerasan ini muncul setelah
tim saber pungli dari Mabes Polri turun ke Surabaya. Tim tersebut menangkap
mantan Dirut PT Terminal Petikemas Surabaya Rahmat Satria dan pimpinan PT AKM.
Mereka didakwa bersekongkol melakukan pemerasan kepada
pengusaha pemilik kontainer. PT AKM yang menyediakan jasa bongkar muat untuk
pemeriksaan di Balai Karantina dianggap melakukan pungutan liar kepada
pengusaha.
Djarwo Surjanto yang berposisi sebagai Direktur Utama PT
Pelindo III dianggap sebagai otak dugaan pemerasan itu. Namun sejak sidang
dimulai, yakni 3 April lalu hingga kemarin, belum terungkap adanya unsur
pemerasan. Bahkan saksi yang didatangkan JPU selalu meringankan terdakwa. (erha)
0 comments:
Posting Komentar